Blogger Template by Blogcrowds.

Sekitar tahun 2002, gue pernah baca buku Jakarta Undercover karangan Moammar Emka. Dan gue cukup ‘terkejut-kejut’ dengan cerita yang ada di sana, ternyata ada bagian lain di kota Jakarta yang belum terlelap di saat mungkin pada waktu yang sama, bagian lain sudah ada di alam mimpi.

Ya, gue surprise, ada yang berani mengungkapkan hal ini dalam sebuah buku. Biasanya kan, hanya di majalah-majalah aja. Dan, rasanya, semenjak Jakarta Undercover itu terbit, mulailah menjamur buku dengan cerita-cerita sejenis, bahkan di televise pun, banyak acara yang mengupas kehidupan malam di Jakarta.

Nah, tiba-tiba sekarang ada film Jakarta Undercover, gue sama suami gue mencoba ‘membuktikan’ sejauh apa film itu bercerita tentang kehidupan malam Jakarta. Apa sama aja seperti yang di tv atau seheboh bukunya.

Nama Luna Maya seperti cukup menjual film ini. Terbukti di bioskop PIM I, kursi hampir terisi penuh, gak hanya sudah bisa dibilang dewasa, tapi banyak juga tuh, abg-abg yang nonton film ini.

Adegan dibuka di sebuah gay & lesbian bar milik Jeffry (Christian Sugiono) yang bernama Over Lust. Sexy dancer sedang meliuk-liukkan tubuhnya dengan iringan musik yang menghentak yang ‘diramu’ DJ Iren (Laura Antoniette). Suasana terlihat cukup panas. Beberapa wajah selebritis jadi cameo sebagai tamu di bar ini, ada Mario Lawalatta, ada Fauzi Badillah, ada Hanung Bramantyo.

Sementara itu, di ruang ganti, para waria sibuk berdandan untuk giliran tampil berikutnya. Di antara mereka adalah dua sahabat, Amanda (Fachri Albar) dan Viki (Luna Maya). Viki terpaksa ‘menyamar’ sebagai banci agar bisa bekerja di bar itu. Bukannya dengan senang hati ia melakukan pekerjaan itu, tapi terpaksa, demi menghidupi dirinya sendiri dan adiknya, Ara (Kenshiro Arashi). Mereka berdua kabur dari rumah, setelah tanpa sengaja, Viki membunuh ayahnya (Ray Sahetapy) ketika sedang berusaha membela ibunya (Tuti Kirana) yang sedang dipukuli ayahnya. Viki terpaksa membawa Ara ke bar itu, karena tidak ada yang mau menjaga Ara.

Ketika giliran mereka tampil, Viki menjadi penari utama. Di antara tamu-tamu itu, ada 3 orang pria – Haryo (Lukman Sardi), Joseph (Verdi Solaiman) dan Teddy (Adry Valeri Wens). Hario bertaruh kalau malam ini dia bisa mendapatkan Viki.

Tapi, ternyata, Viki bukanlah ‘banci’ gampangan. Ia hanya mau menari tanpa disentuh atau melakukan lebih daripada pekerjaannya. Karuan Haryo marah. Jeffrey memberi ganti ‘waria’ lain untuk menemani mereka.

Tanpa sengaja, Haryo membunuh waria itu. Di sinilah cerita dimulai. Ketika mereka sedang membuat rencana untuk membuang mayat waria itu, mereka tidak tahu kalau di dalam lemari di ruang meeting itulah, Ara disembunyikan Viki dan ia menyaksikan perbuatan mereka.

Ketika Haryo tahu bahwa ada orang lain dalam ruang itu selain mereka berempat, dia langsung naik pitam. Maklum sebagai anak hakim terkenal, dia tidak mau kalau masalah ini sampai terdengar keluar. Langsung ia meminta Jeffrey untuk melihat rekaman kamera. Dan, ketahuanlah siapa yang ada di dalam ruangan itu.

Dan, ketahuan pulalah siapa Viki sebenarnya. Demi sahabatnya, Amanda rela mati daripada harus menyerahkan Viki.

Adegan selanjutnya, adalah kejar-kejaran antara Viki dan Haryo beserta teman-temannya. Ara yang sempat diculik Teddy, berhasil diambil kembali oleh Viki. Untunglah, Viki termasuk perempuan yang cerdas, yang punya akal meskipun dalam keadaan terdesak. Malam itu, benar-benar jadi malam yang panjang untuk mereka semua.
Akting pemainnya, yang paling gue suka adalah Lukman Sardi, sukses bikin gue sebel banget sama gayanya yang sok, arogan, tapi... hehe.. pas ditelepon sama bokapnya langsung ketakutan. Laura Antoinette, biar pun sedikit juga sempat mencuri perhatian dengan gayanya yang cuek, tapi koq, sedikit mirip sama Sausan ya? Fachri Albar... cowok cakep ini ok juga buat jadi 'banci'. Satu ucapannya yang gue inget, "Sshhh.. my baby don't cry." Nah.. kalo Luna Maya, di saat dia harus mikirin adiknya, dia tetap 'cepat tanggap' jadi penari dadakan di klub malam biar bisa dapet uang. Gue seneng sama tokoh Viki, cewek tough yang gak gampang nyerah and bisanya cuma nangis. Mandiri banget...

Jadi, kalau mengharapkan begitu banyak adegan tarian-tarian seksi Luna Maya di film ini, siap-siap kecewa. Karena semua itu hanya ada di awal film. Di film ini, bertaburan ucapan “F**K!!” Bener banget kalau sering denger ucapan, “Jakarta itu keras, Bung!!”
Tapi, gue cukup salut dengan keberanian para pemain, sutradara, produser untuk membuat film yang kontroversial ini. Siap-siap menghadapi aksi demo... hehehe...

Click (2006)

Michael Newman (Adam Sandler), adalah seorang arsitek yang sangat sibuk dan sedang merintis untuk menjadi partner di kantor tempatnya bekerja. Ia selalu merasa kesulitan untuk membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Di saat acara keluarga pun, Michael masih sibuk telepon sana-sini untuk urusan pekerjaan. Dan saking ribetnya, Michael selalu gak bisa menemukan remote control yang tepat untuk misalnya nyalain tv. Ben (Joseph Castanon), anak laki-lakinya, bilang, kalo ada yang namanya ‘universal remote control’. Satu remote untuk semua urusan. Kesibukan Michael seringkali harus membuat keluarganya kecewa.

Maka, di suatu malam, pergilah Michael ke sebuah supermarket yang menjual alat rumah tangga, “Bath and Beyond”. Tapi, begitu di sana, petugas yang melayaninya bilang gak ada tuh remote control kaya’ begitu. Michael kesal banget. Tapi, tiba-tiba, ia melihat satu pintu bertuliskan ‘Beyond’. Michael pun masuk ke sana. Ruangan itu gelap, dan hanya ada satu orang ilmuwan yang sedang mengutak-atik percobaannya, bernama Morty (Christopher Walken). Michael mengatakan apa yang dicarinya. Dan, ia seneng banget, waktu ternyata Morty punya alat yang dicarinya.

Morty pun menunjukkan cara kerjanya. Ternyata, remote control itu betul-betul luar biasa. Gak hanya untuk alat elektronik saja, tapi ternyata, ada pilihan untuk ‘mute’, ‘fast forward’, ‘back forward’, atau ‘pause’ untuk kehidupan sehari-hari. Michael bisa memilih menu untuk kembali ke masa lalu, ketika ia dilahirkan, ke masa kanak-kanaknya.

Michael pun mencoba alat itu di rumah. Ia berhasil ‘melenyapkan’ suara Donna (Kate Beckinsale), istrinya, yang sedang marah-marah. Dan, jika ia berada dalam kondisi yang tidak ia sukai, Michael bisa langsung menekan menu ‘Fast forward’ sampai acara itu selesai.

Keuntungan lain buat Michael, adalah ketika ia makan malam dengan salah satu klien penting dari perusahaan Jepang, Michael bisa mengerti apa yang mereka katakan dengan menekan menu ‘bahasa Jepang’. Akhirnya, ia pun mendapatkan klien tersebut.

Michael sangat percaya diri, karena boss-nya, Mr. Ammer (David Hasselhoff) pernah bilang, kalau ia berhasil mendapatkan klien Jepang ini, ia akan diangkat jadi partner. Michael langsug membelikan hadiah-hadiah untuk anak dan istrinya. Tapi, Michael kecewa berat, ketika bossnya itu nge-les dan bilang, “Saya gak pernah bilang akan mengangkat kamu jadi partner, tapi saya akan mempromosikan kamu.”

Mulai saat itulah, Michael semakin tidak terkendali dengan remote controlnya. Semuanya ‘auto fast forward’. Michael terlempar ke masa depan ketika ia sudah jadi partner. Rambutnya sudah memutih, anaknya, Ben (Jake Hoffman), sudah dewasa dan juga bekerja di kantor yang sama. Berbagai kejutan didapatkan oleh Michael. Ia tidak melihat bagaimana anak-anaknya tumbuh dewasa, ketika ayahnya meninggal, dan ia sangat menyesal karena di pertemuan terakhir mereka, Michael bersikap kasar pada ayahnya.

Belum habis rasa terkejutnya, ia berada di satu fase di mana tubuhnya menjadi sangat gendut karena kebanyakan makan junk food. Lalu, ketika ia kembali ke rumahnya, dilihatnya Ben (Jonah Hill) juga berbadan sama seperti dirinya, lalu Samantha (Lorraine Nicholson), anak perempuannya jadi anak yang ‘pembangkang’. Tapi, kejutan yang paling menyakitkan adalah ketika ia mendapati bahwa ia sudah bercerai dan Donna sudah menikah kembali.

Tidak ada yang bisa memisahkan dirinya dari remote control itu. Menurut Morty, hanya kematian yang bisa mengakhiri semuanya. Dan, saat itu hampir tiba, ketika di pernikahan Ben, Michael yang sedang berdansa dengan Donna mendapat serangan jantung. Semua sudah terlambat ketika Michael mulai menyesal.

300 (2007)

Spartans! Enjoy your breakfast, for tonight we
dine in Hell!



Sebuah tradisi di Sparta, Yunani Kuno, bernama Agoge, mengharuskan setiap anak laki-laki yang sudah berusia 7 tahun berpisah dari keluarganya untuk diajar dengan cara yang sangat keras. Hal ini mengajarkan mereka untuk menjadi seorang Sparta sejati yang pemberani dan tak kenal kata menyerah. Seorang anak laki-laki digembleng dengan penuh disiplin, hanya mereka yang punya kemauan keras yang mampu bertahan, mereka yang tidak cengeng dan punya kemampuan untuk bertahan. Salah satunya adalah seorang anak laki-laki yang diperkirakan sudah mati karena dimakan serigala, tapi justru ia pulang membawa bulu serigala sebagai mantelnya. Dialah Leonidas, yang kemudian menjadi raja Spartan.

Film 300, yang diadaptasi dari sebuah novel grafis karya Frank Miller ini mengisahkan tentang sebuah Epic atau legenda Pertempuran Kuno Thermopylae di bawah pimpinan Raja Sparta, yaitu Raja Leonidas.

Raja Leonidas (Gerard Butler) sudah memerintah selama 30 tahun sejak ia datang membawa bulu serigala itu. Suatu hari datanglah utusan dari Kerajaan Persia, membawa tengkorak orang-orang yang sudah mereka taklukan. Utusan ini membawa pesan dari Raja Xerses, agar Sparta mau menyerah dan tunduk di bawah kekuasaan Raja Xerses. Tapi, Raja Leonidas tidak mau begitu saja diintimidasi oleh utusan itu. Ia malah mengibarkan bendera perang.



Tapi, sebagaimana orang-orang dulu, Raja Leonidas tidak akan pergi perang tanpa ‘konsultasi’ dengan dewa-dewa. Sayangnya, ‘jawaban’ para dewa melarang Raja Leonidas untuk berperang, karena di bulan itu, adalah bulan suci bagi bangsa Yunani. Tapi, Raja Leonidas bersikeras meskipun ia harus melanggar aturan suci itu. Baginya, keselamatan bangsa Sparta lebih utama. Sebagai raja dan laki-laki, ia punya tanggung jawab dan kewajiban untuk melindungi anak-anak dan para wanita.

Maka Raja Leonidas memilih 300 orang laki-laki, tapi hanya yang masih punya keturunan laki-laki lain yang bisa meneruskan namanya jika mereka gugur. Mereka pun berangkat ke medan perang dengan gagah berani.


Raja Leonidas adalah panglima perang dengan strategi yang jitu. Dengan perhitungan yang teliti, ia yakin 300 orang prajuritnya bisa bertahan dan melumpuhakn puluhan ribu tentara Persia. Dan ke-300 prajurit itu rela mati dengan raja dan demi bangsanya. Bahkan salah satu prajurit itu berkata, jika ia gugur, ini akan jadi kematian yang indah.


Mereka bertempur tanpa kenal rasa takut, dengan penuh rasa percaya diri, Raja Leonidas memimpin pasukannya. Dengan tombak, tameng dan pedang, ditambah seruan Raja Leonidas yang membangkitkan semangat, 300 prajurt Spartan mengalahkan tentara Persia.

Ketika akhirnya bertemu dengan Raja Leonidas, Raja Xerses (Rodrigo Santoro) – yang menganggap dirinya adalah dewa – meminta Raja Leonidas untuk bertekuk lutut, tapi, Raja Leonidas tentu saja tidak mau menyerah.




Pertempuran terus berlanjut, tumpukan mayat-mayat tentara Persia dijadikan salah satu strategi untuk mengalahkan musuh.

Tapi, kemenangan tidak terus berpihak pada Raja Leonidas. Epialtes (Andrew Tiernan), laki-laki yang berwajah buruk dengan punuk di punggungnya, berkhianat karena dendam ketika ia ditolak Raja Leonidas waktu ia menawarkan diri untuk jadi prajurit Sparta. Ia membocorkan rencana Raja Leonidas ke Raja Xerses setelah ia diiming-imingi kekayaan dan perempuan. Meskipun formasi jadi kacau balau, tapi, tetap tidak menyulutkan semangat prajurit Spartan. Mereka akan sangat bangga jika gugur bersama sang Raja.


Sementara suaminya berperang, Ratu Gorgo (Lena Headey), berusaha membujuk anggota dewan untuk mengirimkan prajurit untuk membantu Raja Leonidas. Tapi, di antara anggota dewan, ada salah satu yang berkhianat, , yang berniat berkuasa. Ia yang bersuara paling keras untuk menolak mengirim bantuan.

Nonton film ini, akan terasa banget semangat Raja Leonidas yang menularkan keberaniannya ke 300 prajuritnya. Gambar-gambar yang indah, meskipun penuh dengan peperangan dan darah, gak bikin film ini jadi sadis. Ilustrasi musiknya juga keren, apalagi waktu pasukan Sparta mulai menyerbu pasukan Persia.

Ekskul (2006)

Film 'Ekskul' ini sempet bikin heboh karena keluar sebagai Film Terbaik di FFI 2006. Film yang bikin para pekerja film ngembaliin Piala Citra mereka. Katanya film ini gak layak untuk menang, lalu katanya ada masalah dengan hak cipta dengan lagu yang jadi ilustrasi musik di film ini.

Film ini disutradarai oleh Nayato Fio Nuola, dibuat berdasarkan sebuah kisah nyata. Bercerita tentang kekerasan yang dialami oleh Joshua (Ramon Y. Tungka). Di rumah, setiap melakukan kesalahan, Joshua selalu mendapatkan hukuman fisik. Orang tua Joshua mendidik dengan cara yang amat keras.

Sementara itu di sekolah, Joshua jadi anak yang pendiam dan menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Joshua mengalami pelecehan dari teman-temannya. Ia digantung di sekolah, dipukuli… wah.. pokoknya ‘luar biasa’ banget untuk kelakuan anak-anak SMU. Setiap ia mengalami tindak kekerasan, tidak ada yang pernah bisa membelanya, teman-teman satu sekolahnya hanya bisa mentertawakannya. Bahkan, gadis yang pernah jadi kekasihnya, Kattie (Metta Yunatria), hanya bisa menatap kasihan tanpa mampu berbuat apa-apa.

Lama-lama, Joshua menjadi tertekan dan emosinya jadi gak stabil. Ia mulai membawa senjata ke sekolah. Dan suatu hari, ia masuk ke ruang guru, dan menulis surat panggilan untuk ke enam orang yang dianggapnya sebagai ‘penyebab’ sakit hatinya. Enam orang itu adalah Kattie, Jessica, Emi, Mike, Matius dan Jerry. Tanpa rasa curiga, keenam anak ini memenuhi panggilan dari ‘guru’ mereka.

Ketika semua sudah masuk ke dalam ruang guru, Joshua masuk dengan menodongkan pistol. Tindakannya membabi buta. Diiringi dengan jeritan dari Kattie, Jessica dan Emi. Joshua ingin membuat mereka semua menderita seperti apa yang dulu mereka lakukan terhadap dirinya. Guru-guru panik. Polisi pun dikerahkan. Tujuan Joshua hanya ingin membalas sakit hatinya. Penyanderaan terhadap teman-temannya merupakan sebuah bentuk ‘protes’ karena sudah tidak bisa menanggung beban dan perlakuan kasar.

Joshua tetap bertahan meskipun para guru dan orang tuanya sudah memintanya untuk menyerah. Tapi, Joshua ingin menunjukkan inilah akibat dari semua yang telah ia lewati.Joshua melakukan hal yang sama seperti yang ia terima dulu, seperti menyelupkan kepala ke dalam toilet, menggantung salah satu dari tiga laki-laki yang ia sandera, lalu memukuli Mike.

Ketika ia menggantung temannya di hadapan orang banyak yang menanti di luar sekolah ia bertanya, “Mana? Kenapa gak ada yang ketawa? Dulu waktu gue digantung, semua pada tertawa? Kenapa diam? Ayo, ketawa…!!” (ehmmm… kira-kira gitu sih… kalimatnya…)

Film ini bernuansa ‘gelap’. Kejadian saat penyanderaan diselang-selingi dengan berbagai peristiwa yang membentuk Joshua menjadi pribadi yang tertekan, labil. Film ini berakhir dengan tragis…

Jae-Kyung (Hyun Bin) adalah tipikal anak orang kaya yang manja dan cuek. Gak peduli sama masa depan karena yang penting dia tahu dia kaya dan gak akan pernah kekurangan. Dia tahu, pada usia yang ke 19, Jae-Kyung akan menerima warisan peninggalan almarhum kakeknya. Ia gak peduli dengan sekolahnya. Datang ke sekolah hanya untuk membuat onar. Kerjanya party bareng temen-temennya sesama anak orang kaya. Sering banget berantem, dipanggil polisi tapi bersikap cuek, karena toh, ada pengacara yang bisa membereskan semuanya.

Tiba-tiba, Jae-Kyung dipanggil oleh pengacaranya untuk membacakan surat wasiat kakeknya. Ternyata, memang betul, Jae-Kyung akan menerima seluruh warisan pada saat ia berusia 19 tahun, tapi ada syarat-syarat yang harus ia penuhi, yaitu ia harus lulus dari sekolah di Boram High School. Karuan, Jae-Kyung marah dan mengancam akan memecat pengacara yang dianggapnya tidak becus itu. Tapi, Jae-Kyung tidak punya pilihan lain selain menuruti isi surat wasiat itu.

Otomatis, sejak saat itu, Jae-Kyung tidak bisa lagi menggunakan fasilitas mewah yang selama ini diterimanya. Untuk menuju Boram High School, ia harus menggunakan bis umum yang isinya bukan hanya manusia, tapi juga ayam dan sayur-mayur. Lalu, ia harus terbiasa tinggal di rumah sederhana, dan tanpa kartu kredit platinum-nya.


Di awal-awal, Jae-Kyung masih tetap bersikap sombong. Di sini ia bertemu lagi dengan Eun-Whan (Lee Yeon-Hee), gadis yang pernah datang tiba-tiba di hotelnya. Eun-Whan adalah gadis sederhana yang ceria dan sedikit cuek. Eun-Whan seolah ada di mana-mana. Ia bekerja di pom bensin, tiba-tiba, ketemu lagi di sekolah yang sama.

Ketika tahu Eun-Whan sakit, diam-diam Jae-Kyung mulai menunjukkan perhatiannya. Eun-Whan juga menyadarkan Jae-Kyung agar tidak sombong. Dan ternyata, Jae-Kyung dan Eun-Whan punya hal yang sama yang menghubungkan mereka di masa lalu.

Bahkan demi Eun-Whan, Jae-Kyung rela menyerahkan seluruh warisannya sebelum waktunya, hingga ia hanya mendapatkan 0,1% dari warisan itu. Jae-Kyung melakukan semua itu demi melihat Eun-Whan sembuh. Eun-Whan dan Jae-Kyung akhirnya menikah.

Eun-Whan sendiri tetap terlihat tegar meskipun ia tahu, hidupnya tidak akan lama lagi. Ia masih bertekad untuk melihat salju pertama turun, di mana ia percaya ia akan menemukan cinta sejatinya.

Sebenernya tipe-tipe karakter di film ini bukan sesuatu yang baru. Cowok tajir, sombong dan gak pedulian, ketemu cewek sederhana, biasa-biasa aja dan tapi sikapnya cuek dan gak peduli kalo cowok itu kaya.

Tadinya, gue pikir ini adalah film yang lucu, tapi ternyata… hiks, hampir membuat gue berurai airmata karena cukup sedih. Hiks…

Heroes (2007)


Some people are born to be extraordinary

Heroes adalah cerita tentang orang-orang yang punya kemampuan lebih dibanding dengan orang lain. Mereka adalah, Peter Petrelli (Milo Ventigmiglia), seorang perawat laki-laki yang merasa punya kemampuan untuk terbang. Ia terus berusaha meyakinkan kakaknya, Nathan (Adrian Pasdar) tentang kemampuannya ini, tapi karena Nathan sedang sibuk dengan kampanye politiknya, ia takut isu dari adiknya ini akan mempengaruhi popularitasnya. Tapi, sebenarnya justru Nathan-lah yang punya kemampuan untuk terbang, sementara Peter, punya kemampuan untuk menyerap kekuatan orang lain. Jadi, di dekat Nathan, ia bisa terbang, sementara kalau di dekat orang lain, kemampuannya akan lain lagi.

Lalu, tokoh lainnya adalah, Isac Mendez (Santiago Cabrera), seorang pelukis yang kecanduan narkotika. Saat ia sedang ‘fly’, ia bisa melukis sebuah kejadian yang akan terjadi di masa depan. Ia seolah bisa meramal masa depan. Ia menyadarinya ketika membaca sebuah berita di koran tentang kebakaran yang ternyata persis dengan lukisan yang sudah dibuatnya. Isaac gelisah karena di sebuah lukisan ia menggambarkan akan ada ledakan besar di New York. Tapi, tidak ada seorang pun yang percaya akan kemampuan ini, termasuk kekasihnya, Simone.

Kemampuan Claire Bennet (Hayden Panettiere), seorang cheerleader di Union Wells High, lain lagi. Setiap ia mengalami kecelakaan parah atau pun ringan, ia dapat dengan mudah sembuh dari luka-lukanya, bahkan ketika ia pun sudah mati, ia bisa memulihkan dirinya kembali. Luka-luka di tubuhnya hilang tanpa bekas.

Sementara itu, Niki Sanders (Ali Larter), merasa dibayang-bayangi sosok lain setiap ia menatap cermin. Sosok itu adalah kembarannya Jessica yang sebenarnya sudah meninggal. Setiap kali Jessica datang, Niki berubah menjadi orang yang jahat dan tidak segan-segan membunuh musuh-musuhnya.

Lalu, Mark Parkman (Greg Grunbreg), adalah seorang polisi lalu lintas yang bercita-cita ingin jadi detektif, tapi selalu gagal dalam setiap ujian. Ia menyadari bahwa ia punya kemampuan untuk membaca pikiran orang lain. Kemampuan ini membuatnya diajak bergabung ke dalam FBI, tapi juga membuat ia mulai meragukan istrinya.

Dan, nun jauh di kota Tokyo, Hiro Nakamura (Masi Oka) berusaha keras untuk menghentikan waktu dengan kekuatan pikirannya. Tak hanya itu, ia pun bisa ber’tele-port’ ke New York. Di New York, ketika melewati kios majalah, tanpa sengaja, ia melihat komik dengan judul 9th Wonders, dengan tokoh utama Hiro sendiri. Sejak itu, ia percaya bahwa ia bisa menyelamatkan dunia. Bersama temannya, Ando, Hiro nekat datang ke Amerika to save the world.

Tapi, hidup mereka yang punya kemampuan ini tidaklah nyaman. Ada bahaya yang mengintai mereka. Ada orang yang berniat membunuh mereka dengan cara yang sadis untuk mendapatkan kemampuan mereka. Orang itu disebut-sebut bernama Sylar. Dan sebagian tokoh di Heroes ini juga berhubungan dengan sosok misterius yang berkuasa bernama Mr. Linderman.

Semua ini diawali dengan sebuah percobaan yang dilakukan seorang profesor dari India bernama Chandra Suresh. Ia meneliti kelainan genetis dalam tubuh orang-orang yang punya kemampuan. Ia sudah memiliki daftar nama orang-orang itu. Tapi, semuanya belum selesai karena ia keburu mati dibunuh. Mohinder Suresh (Shendil Ramamurthy), anak profesor ini, berusaha menyelidiki penelitian ayahnya, meskipun ia sedikit tidak yakin dengan semua ini.

Di setiap episode, muncul tokoh baru dengan kemampun berbeda selain yang sudah disebutkan di atas. Ada D.L, suami Niki, yang bisa menerobos pintu, lalu Micah, anak Niki dan D.L, yang punya kemampuan memperbaiki benda rusak hanya dengan menyentuhnya, atau Ted, yang di dalam tubuhnya ada pengaruh radiasi yang bahkan membuat istrinya terkena kanker dan meninggal dunia.

Setiap episodenya menyajikan ketegangan tersendiri yang bikin penasaran. Para tokoh itu hidup terpisah di Amerika, bahkan mereka tidak saling mengenal. Tapi, ada sebuah kejadian yang akhirnya mempertemukan mereka. Mereka pun berusaha untuk menyelamatkan dunia dengan kekuatan yang mereka miliki.

Dari tokoh-tokoh di atas, meskipun Peter Patrelli dan Isaac Mendes emang keren, tapi, tetap favorit gue adalah Hiro Nakamura... “I Did It! Yahoo...!!”

Newer Posts Older Posts Home