If the sun dies, so do we
8 orang astronot berangkat dengan pesawat ruang angkasa menuju matahari. Misi mereka adalah menyelamatkan matahari yang sedang sekarat. Bumi dilanda kegelapan dan begitu dingin. Di dalam pesawat itu mereka membawa sejenis bom yang akan dilontarkan ke matahari agar matahari bisa kembali berfungsi seperti semula.
Kedelapan astronot itu adalah Cassie (Rose Byrne), Searle (Cliff Curtis), Mace (Chris Evans), Harvey (Troy Garity), Capa (Cilian Murphy), Kaneda (Hiroyuki Sanada), Trey (Benedict Wong) dan Corazon (Michelle Yeoh)
Sebelum mereka, sudah ada sekelompok astronot yang berangkat dengan misi yang sama, yaitu Icarus I. Tapi, mereka hilang dan tidak ada yang tahu bagaimana nasib kelompok pendahulu mereka. Tentu saja para astronot dalam Icarus II ini sadar, kalau misi ini tidak berhasil, kemungkinan mereka akan mengalami nasib yang sama dengan Icarus I.
Icarus II dipimpin oleh Kapten Kaneda. 7 orang lainnya mempunyai tanggung jawab masing-masing di dalam misi ini. Misalnya, Corazon, ahli biologi yang bertanggung jawab pada penyediaan oksigen dalam pesawat itu. Ia membuat sebuah kebun yang tumbuh subur di dalam pesawat.
Ketegangan terus melanda para awak pesawat. Misi mereka jelas tidak main-main. Perlu perhitungan waktu yang tepat, dan segala macam perhitungan lain yang harus tepat agar mereka bisa pulang kembali ke bumi dengan selamat.
Searle: We are only stardust
Akhirnya, dua orang astronot harus pergi keluar dari pesawat untuk memperbaiki badan pesawat yang rusak. Mereka adalah Kapten Kaneda dan Capa – yang juga bertanggung jawab pada pelaksanaan pelontaran bom nantinya.
Akibat dari kerusakan pesawat itu, Trey stress berat dan terpaksa dibius untuk menghindari kecenderungan bunuh diri. Berita baiknya, mereka menemukan pesawat Icarus I dan para laki-laki, Searle, Mace, Capa, dan Harvey masuk ke Icarus I untuk menyelidiki penyebab hilangnya kontak Icarus I dengan bumi.
Lagi-lagi di sini ada ketegangan, karena tiba-tiba saja pintu penghubung Icarus I dan Icarus II tertutup. Salah satu awak pesawat harus berkorban demi keselamatan teman-temannya yang lain.
Kerusakan pesawat juga mengakibatkan kebun penyedia oksigen terbakar habis. Para awak mengalami krisis oksigen. Oksigen yang tersisa sampai saat peluncuran bom dan untuk kembali pulang hanya cukup untuk 4 orang.
Capa: So if you wake up one morning and it's a particularly beautiful day, you'll know we made it
Kalo nonton film seperti ini, nih, contohnya Armageddon atau apa deh yang sejenis, yang ceritanya tentang misi keluar angkasa, kita sudah bisa memperkirakan, pasti ada awak yang akan meninggal, ada yang mengorbankan diri, ada yang bakal jadi pahlawan. Dan misi ini akan berakhir dengan dua kemungkinan, berhasil tapi ada awak yang meninggal, atau berhasil tapi tidak ada satupun astronot yang bisa kembali ke bumi dengan selamat.
Endingnya sedikit ketebak, tapi, banyak bagian yang menurut gue rada aneh. Bagian yang keren adalah waktu kedelapan astronot masih lengkap dan mereka sama-sama nonton matahari dan merkurius. Indah banget…
Labels: Sunshine (2007)
A lot can happen on the road to nowhere.
Wild Hogs adalah nama sebuah gank pengendara motor Harley Davidson yang terdiri dari Doug Madsen (Tim Allen), Woody Stevens (John Travolta), Bobby Davis (Martin Lawrence) dan Dudley Frank (William H. Macy). Mereka sudah berteman sejak lama. Dan, ketika setelah menikah, mereka ternyata tidaklah sesangar seperti ketika mereka berada di atas Harley mereka.
Doug, dokter gigi, sedikit punya masalah dengan kolesterol. Makannya hanya boleh sayur-mayur. Lalu, Bobby, pengangguran, bercita-cita bikin buku ‘How To’, termasuk pria takut istri, dan dipaksa kembali ke pekerjaannya sebagai ‘tukang sedot’ wc. Terus, Woody, pengusaha, sedang dalam proses perceraian dengan istrinya yang model pakaian renang, dan terancam bangkrut. Satu-satunya yang belum menikah adalah Dudley, penggila komputer, tapi gugup kalau ketemu perempuan yang ia sukai. Dudley juga yang paling konyol.
Someday, dalam acara rutin mereka, kumpul-kumpul di bar sambil minum bir, Woody mengajukan usul untuk jalan-jalan pake Harley berkeliling Amerika. Idenya hampir tidak ada yang setuju, kecuali Dudley. Alasan Doug karena ia tidak bisa meninggalkan prakteknya, lalu Bobby yakin istrinya tidak akan mengijinkannya pergi.
Tapi, toh, akhirnya perjalanan itu terlaksana juga. Temanya ‘Wild and free’. Handphone yang mereka miliki semuanya dihancurkan. Bagi mereka, tidak perlu tahu waktu, tidak perlu berhubungan dengan dunia yang selama ini mereka miliki, kecuali keluarga.
Dimulailah perjalanan mereka. Di perjalanan berbagai kejadian lucu dan konyol pun terjadi, misalnya, Bobby yang tidak berhasil membuat tenda, lalu tenda dan kantung tidur yang terbakar, atau Dudley yang selalu mengantongi ‘pup’-nya dalam plastik. Belum lagi ketika mereka bertemu dengan polisi yang ternyata adalah gay.
Woody memang kembali dengan motor Dudley. Woody mengaku sudah menakuti-nakuti gerombolan Del Fuegos, tapi sebenarnya apa ia sampaikan tidaklah seperti kenyataannya.
Karena kehabisan bensin, mereka akhirnya sampai ke kota kecil bernama Madrid. Ternyata, kota itu amat sangat ketakutan dengan gank Del Fuegos. Mereka sempat menginap di sana – meskipun Woody amat sangat ketakutan karena takut Del Fuegos akan bisa menyusul mereka. Kebetulan di kota itu diadakan Festival Cabai (Chili aFestival). Dan di sinilah Dudley bertemu wanita impiannya Maggie (Marisa Tomei).
Gank Del Fuegos yang ingin balas dendam, berhasil mengetahui keberadaan para Wild Hogs. Dengan semena-mena, mereka mengancam penduduk Madrid, dan menghancurkan restoran milik Maggie. Dudley yang tidak rela restoran milik kekasihnya itu dihancurkan, nekat keluar dari tempat persembunyian dan bersikap sebagai ‘pahlawan’ dan jadi bulan-bulanan Del Fuegos.
Tapi, layaknya sahabat, ketiga temannya tidak rela Dudley menjadi korban, dan dengan penuh keberanian dan minim rasa percaya diri, mereka mengatur rencana membebaskan Dudley dan mengusir Del Fuegos.
Mampu gak ya, keempat ‘jagoan’ ini menghadapi Del Fuegos yang beringas? Masing-masing tokoh punya alasan sendiri untuk jadi jagoan. Dan yang pasti film ini sangat menghibur. Memang sih, ada beberapa humor yang sifatnya slapstick, tapi, it's ok, gak mengganggu keseluruhan cerita. Mungkin kalo ngeliat posternya, kita akan mikir ini adalah film action yang penuh kebut-kebutan motor Harley. Tapi, gak tuh ternyata, malah bunyi mesin yang meraung-raung bikin semangat untuk nonton.
Labels: Wild Hogs
Everyone has a little dirty laundry
Judulnya aja udah Desperate Housewives, pastinya bercerita tentang kehidupan ibu rumah tangga lengkap dengan intrik-intriknya. Tapi, kalau mengira intriknya hanyalah masalah suami yang selingkuh, perkerjaan rumah tangga yang seabreg-abreg atau kehidupan sex yang gak memuaskan… wah, anda salah besar. Karena masalahnya justru lebih rumit dari pada itu.
Semua dimulai ketika Mary Alice Young (Brenda Strong) memutuskan untuk bunuh diri. Semua tetangga di Wisteria Lane kaget mendengar berita itu, terutama keempat sahabatnya, Susan Mayer (Teri Hatcher), Lynette Scavo (Felicity Huffman), Bree van de Kamp (Marcia Cross) dan Gabrielle Solis (Eva Longoria). Mereka berempat begitu terpukul dan berusaha mencari tahu apa penyebabnya. Semakin ke belakang, semua semakin misterius, semakin membuat orang bertanya-tanya latar belakang Mary Alice bunuh diri. Ditambah lagi sikap Paul Young (Mark Mores), suaminya, yang menutup diri plus tingkah laku Zach (Cedy Kasch), anaknya, yang gak kalah misterius.
Selain mengulik tentang kematian Mary Alice, kisah kehidupan para sahabatnya juga gak kalah heboh dan penuh pernak-pernik. Misalnya, Susan Mayer, ia adalah seorang janda. Karl (Richard Burgi), mantan suaminya, meninggalkan dia karena lebih memilih sekretarisnya yang lebih muda. Susan tinggal bersama anaknya, Julie (Andrea Bowen). Susan adalah tipe orang yang gampang gugup dan panik. Gak jarang sikapnya malah membuat ia terlihat bodoh. Misalnya, waktu ia bertengkar sama Karl hanya mengenakan handuk, lalu handuknya terjepit di pintu mobil Karl dan ia harus berlari-lari menuju rumahnya dalam keadaan tanpa busana, ditambah lagi ternyata ia tidak bisa masuk ke rumahnya sendiri karena terkunci dari luar. Pasca perceraiannya, Susan berusaha menjalin hubungan dengan tetangga barunya, Mike Delfino (James Denton). Seorang plumber yang punya motif sendiri kenapa ia pindah ke Wisteria Lane. Tapi, Susan harus bersaing dengan Eddie Britt (Nicolette Sheridan), janda seksi yang gemar menggoda laki-laki.
Lain lagi dengan Lynette Scavo, ibu rumah tangga yang super sibuk dengan satu pasang anak kembar (Preston dan Porter), satu anak laki-laki umur lima tahun (Parker) dan satu bayi. Lynette rela melepaskan karirnya di bidang marketing yang sedang menanjak demi mengurus rumah. Lynette menikah dengan Tom Scavo (Doug Savant) yang teman satu kantornya. Mengurus rumah tangga dengan anak-anak yang super badung, super bandel, kadang membuat Lynette stress. Lynette sempat putus asa dan sempat mengkonsumsi obat penambah energi untuk membuatnya tidak pernah merasa lelah. Dibanding 3 temannya yang lain, memang Lynette yang bergaya paling ‘biasa’, tipikal ibu rumah tangga yang tidak sempat dandan dan memperhatikan dirinya sendiri.
Sementara itu, Gabrielle Solis punya rahasia lain. Meskipun punya rumah mewah, dibanjiri hadiah oleh suaminya, Carlos Solis (Ricardo Charvira), ternyata tidak membuat Gabrielle merasa cukup dan bahagia. Ada yang ia rasa kurang dalam kehidupannya, yaitu ‘kehadiran’ suami. Carlos yang sibuk terkadang selalu pulang larut malam, hingga Gabrielle mencari ‘kehangatan’ di tempat lain. Gabrielle pun menjalin hubungan gelap dengan tukang kebunnya sendiri, John Rowland (Jesse Metcalfe). Dan yang parahnya lagi, usia John belum genap 18 tahun.
Jika dilihat dari luar, mungkin kehidupan Bree van de Kamp adalah yang paling sempurna. Bree adalah istri yang cantik, sangat memperhatikan keluarga dan juga penampilannya. Bree adalah contoh ibu rumah tangga yang konvesional. Ia memasak makanan sendiri (bukan makanan kalengan atau siap saji), lalu, mengurus kebun sendiri dan sangat peduli dengan tata krama. Cara bicaranya selalu teratur, emosinya selalu terkontrol. Penampilannya rapi, tidak ada yang kusut. Tapi, ternyata, diri Bree yang hampir tanpa emosi itu membuat suami, Rex van de Kamp (Steven Culp) dan juga anak-anaknya, Andrew dan Danielle, merasa gerah. Mereka merasa ibu mereka tidak normal. Buntutnya Rex minta cerai, dan anak-anaknya menjadi susah diatur.
Di season 1 ini, juga bercerita tentang kehidupan asmara Susan-Mike yang on-off; Gabrielle-John yang kucing-kucingan, bertambah ruwet dengan kehadiran Mama Solis, ibu mertia Gabrielle; lalu, Lynette yang makin lama makin kelabakan menghadapi anak-anaknya dan Bree yang membalas perselingkuhan Rex dengan balik kencan sama seorang apoteker, George yang ternyata rada psikopat; rumah Eddie yang kebakar gara-gara Susan curiga dia lagi kencan sama Mike; saling intimidasi atau mengancam antar tetangga… dan lain-lainnya.
Sementara itu ditambah lagi dengan kehadiran tokoh-tokoh baru yang juga makin membuat film ini makin misterius. Yang bikin gue suka sama film seri ini, karena bukan hanya tentang percintaan, tapi karena ada unsur-unsur yang bikin penasaran.
Labels: Desperate Housewives
Agni mengusulkan untuk bikin film documenter tentang kehidupan sekolah mereka – mulai dari yang suka nyontek, suka ngerokok, suka cabut atau pacaran di sekolah. Lalu, Arian yang suka nulis, berambisi untuk bikin buku tahunan yang gak biasa.
Mereka pun memulai proyek mereka. Tapi, sayang, di hari pertama, handycam mereka disita sama kepala sekolah yang mata duitan dan ganjen. Handycam mereka ditahan dan baru boleh diambil setelah jam pulang sekolah. Tapi, kepala sekolah, Pak Boris, tidak sadar kalo kamera itu sedang dalam posisi ‘on’ dan siap merekam semua kegiatan di dalam ruang kepala sekolah.
Di hari-hari selanjutnya, mereka lebih berhati-hati ketika membawa handycam. Karena setiap masuk sekolah ada pemeriksaan, mereka minta tolong pada teman-teman perempuan mereka yang selalu lolos dari pemeriksaan.
Mereka sempet kecewa, bt berat dan buntutnya malah berantem karena hasilnya gak seperti yang mereka harapkan. Gambar yang kabur, hasil yang gak maksimal, membuat mereka sempet down. Rencana ini sempat hampir gagal.
Layaknya cerita tentang sekolah, pasti ada juga kisah ‘cinta monyet’nya. Misalnya, Alde yang malu-malu ngedeketin teman sekolahnya, atau Agni yang masih cinta sama Alina (Joanna Alexandra) yang pacaran sama Ray (Christian Soegiono), jagoan taekwondo yang suka sok jagoan bahkan sering menyakiti Alina secara fisik.
Akhirnya film mereka pun selesai. Film diputar pas acara Malam Pentas Seni. Meskipun awalnya sempat dicemooh, endingnya mereka dapet standing ovation. Tapi, Ray gak terima, dan segera mengumpulkan teman-temannya untuk menghajar Agni and the gank. Tapi, kejutan sebenarnya bukan acara berantem, ada kejutan lain yang bikin heboh dan gempar satu sekolah.
Yang pasti, mereka akhirnya mendapat pengakuan dari temen-temen mereka.
Tapi, nih, kalo diliat dari tampang-tampang pemainnya, koq gak pas banget kalo mereka dibilang gank yang kurang gaul, gank cupu… soalnya mereka bertiga termasuk good looking. Alde juga termasuk salah satu cowok yang di’gila-gila’ cewek. Mungkin gak semua cowok cakep harus jadi anak gaul kali ya…
Labels: Catatan Akhir Sekolah
Apa kata dunia???!!!
Di film ini, Nagabonar sudah tua, punya kebun kelapa sawit. Nagabonar diajak anaknya, Bonaga (Tora Sudiro) untuk datang ke Jakarta, meninjau pabrik Bonaga. Bonaga sendiri adalah lulusan S-2 dan sukses jadi pengusaha. Waktu Nagabonar dikasih liat layout pabrik, yang ia pikirkan pokoknya harus ada lapangan bola!
Di Jakarta, Nagabonar sempat bikin heboh karena tiba-tiba menghilang. Ketiga teman Bonaga, Pomo (Darius Sinathrya), Ronnie (Uli Herdinansyah) dan Jaki (Michael Muliardo) sibuk menghubungi teman-teman mereka. Ternyata, Nagabonar lagi keliling Jakarta naik bajaj. Nagabonar pergi tiba-tiba dari kantor Bonaga, karena ia kecewa dan kaget mendengar proyek yang dipaparkan anaknya. Pasalnya, proyek pembangunan resort itu akan menggusur kebun kelapa sawit dan kuburan orang-orang yang ia cintai.
Bonaga pun pusing mencari cara untuk melunakkan hati bapaknya. Ia dibantu Monita (Wulan Guritno), gadis yang diam-diam ia cintai, tapi malu plus gengsi untuk menyatakan cintanya.
Sementara, Bonaga sibuk dengan proyek barunya itu, Nagabonar berkeliling Jakarta naik bajaj yang disupiri Umar (Lukman Sardi), yang ternyata anak pejuang (wahhh.. peran Lukman Sardi beda banget sama perannya di Jakarta Undercover – dari anak konglomerat yang brengsek jadi supir bajaj yang sederhana plus seorang guru ngaji). Nagabonar berkunjung ke Tugu Proklamasi. Ia juga kecewa berat ngeliat Patung Jendral Sudirman ngasih hormat ke semua mobil dan pemakai jalan Jendral Sudirman. “Turunkan tanganmu, Jendral. Tidak semua orang di sini pantas kau hormati!” Nagabonar teriak-teriak di tengah jalan Jend. Sudirman.
Kalo Nagabonar orangnya cuek dan blak-blakan, lain sama Bonaga. Biar udah sekolah sampe keluar negeri, tetep aja kalo deket cewek gemeteran. Dia gak berani nyatain cintanya ke Monita. Harus dipanas-panasin dulu sama Nagabonar.
Nonton film Nagabonar (Jadi) 2 ini, perasaan gue campur aduk. Antara lucu (ngeliat tingkah Bonaga dan Nagabonar yang setipe, meskipun satu modern, satu masih kuno), atau terharu ngeliat adegan bapak dan anak yang kocak tapi saling menyayangi. Terus, film ini juga membangkitkan semangat. Gue suka banget lagu ‘Syukur’ yang didaur ulang dengan gaya ‘rock’ (gue gak tau siapa yang nyanyi), tapi bikin merinding. Salah satu yang juga mencuri perhatian, adalah munculnya Jaja Miharja sebagai banci di klub malam tempat Bonaga dan teman-temannya dugem. Jaja Miharja dengan gayanya yang genit banget ngegodain Nagabonar yang lagi terbengong-bengong plus pusing diajak anaknya dugem.
Meskipun ada bagian-bagian yang garing (misalnya, waktu tiga temen Bonaga lagi becanda), tapi film ini patut banget ditonton. Film ini laris manis, karena gue liat kursi bioskop hampir terisi penuh (gue nonton jam 20.25). Dan pas film selesai, gue sempet takjub dan kaget karena penonton pada tepuk tangan.
Labels: Nagabonar (Jadi) 2
Ketika sudah dewasa, Carolina bekerja di sebuah stasiun televisi mengelola acara ‘Perfect Date’. Georgia ‘menganut’ kehidupan bebas, dan hamil di luar nikah. Lalu, Maine, gemar menebak-nebak nomor taruhan lotre.
Meskipun sibuk mengatur kencan buta, tapi ternyata hubungan Carolina dengan pria-pria yang menjadi teman kencannya justru tidak pernah lebih dari kencan ketiga. Sebenarnya sih, ada satu cowok di depan mata yang baik dan perhatian, yaitu Albert Morris (Alessandro Nivola), novelis yang kerap memakai nama samaran Daphne untuk novel-novel romantisnya. Tapi, bagi Carolina, Albert hanyalah seorang sahabat.
Suatu ketika, acara ‘Perfect Date’ kacau balau, karena para kandidat tidak mendapatkan pasangan kencan yang cocok. Carolina dipecat dari acara itu. Tapi, salah seorang kandidatnya, Heath (Edward Atterton) justru mengajak Carolina kencan.
Albert pun cemburu. Ternyata Albert tidak hanya menganggap Carolina sebagai seorang sahabat, ia memiliki perasaan yang lebih pada Carolina. Bahkan diam-diam Albert sedang membuat novel yang akan dipersembahkan untuk Carolina. Tapi, Carolina malah marah.
Tapi, lagi-lagi, Carolina harus kecewa karena Heath meninggalkannya. Tapi, untuk balik ke Albert, gengsi banget. Sementara itu, Albert sukses dengan novel terbaru yang kali ini tidak memakai nama samaran.
Labels: Carolina
Di liburan musim panas kali ini, Jenny dan Ryan bekerja di sebuah resort di St. Lucia. Dan kebetulan, resort ini adalah tempat liburan favorit Jason. Waktu Jenny tahu Jason juga akan menginap di sana, Jenny langsung mencari berbagai kesempatan untuk mendekati Jason. Tapi, lagi-lagi, ternyata, Alexis juga ada di sana.
Di suatu acara, bernama Caribbean Cruise, Jason ada di antara para tamu. Jenny, yang sebetulnya tidak bertugas, menyamar menjadi salah satu pelayan di acara itu. Ketika itu, cuaca tidak terlalu bersahabat. Angin kencang, hujan lebat dan ombak yang besar mengombang-ambingkan kapal. Jason yang mual duduk di pinggiran kapal, dan Jenny langsung mengambil kesempatan itu untuk mendekati Jason. Tapi, tiba-tiba, Jason terjatuh dri kapal. Jenny berteriak minta bantuan, tapi suasana yang hingar-bingar membuat suaranya tenggelam. Jenny pun nekat menceburkan diri ke laut. Untung sebelumnya ia sempat melemparkan perahu karet.
Mereka berhasil selamat dan ‘terdampar’ di sebuah pulau yang tak berpenghuni. Meski panik, Jenny tentu saja senang berduaan dengan bintang pujaannya. Sementara itu, di resort mereka, orang-orang mulai was-was dengan menghilangnya Jason Masters. Tapi, hanya Ryan yang mengkhawatirkan Jenny.
Jenny melakukan berbagai cara a la Tom Hanks di Cast Away. Mulai dari menangkap ikan di laut, mencoba membuat api, menangkap kepiting, tapi.. tak satu pun yang berhasil. Suatu ketika, ia mencoba mengambil telur burung di pohon, tapi, ia terpeleset dan masuk ke sungai. Ia pun terbawa arus… dan ternyata sungai itu bermuara di resort tempat ia bekerja! Ternyata, mereka sebenarnya tidak terdampar. Dengan ‘cerdik’, Jenny membeli berbagai bekal untuk keperluannya di pulau ‘terpencil’ itu. Jason terkagum-kagum dengan ikan yang Jenny ‘tangkap’, atau api yang ‘dibuat’ Jenny dengan bantuan korek api (tentunya tanpa sepengetahuan Jason). Jenny benar-benar menikmati kedekatannya dengan Jason.
Jenny dan Alexis saling bersaing untuk merebut perhatian Jason. Tapi, adakalanya mereka berdua bekerja sama ketika melihat ada orang yang melintas di pulau mereka.
Tapi, sampai kapan Jenny bisa menyimpan rahasia kalau ternyata mereka itu gak terdampar?
Hehe… emang, kalo orang udah mengidolakan seseorang… ada aja kegilaan yang bisa dilakukan. Apalagi kaya’ Jenny… ‘terdampar’ dengan bintang idolanya… tentu aja, ‘diselamatkan’ adalah hal terakhir yang ada di pikirannya.
O ya, bersamaan Jenny dan Ryan berangkat ke St. Lucia, orang tua Jenny juga mau berangkat berlibur ke Indonesia… kata papanya Jenny, “No cars, no telephone, no worldwide web.” Wah, mereka berlibur di pedalaman Indonesia mana tuh? Bisa-bisa dikira Indonesia segitu ‘primitif’-nya.
Labels: Lovewrecked