Nun jauh di lubang di bawah kota Paris, hiduplah sekelompok tikus-tikus. Salah satu tikus itu bernama Remy (Patton Oswalt). Berbeda dengan tikus-tikus lain yang gak peduli makan apa aja, mau sampah.. mau makanan busuk… apa aja lah, Remy termasuk yang ‘pemilih’. Remy hanya mau makanan yang bersih. Ia bahkan diangkat jadi ‘pemeriksa kelayakan makanan’ karena penciumannya yang tajam. Layak atau gak itu artinya apakah makanan itu beracun atau tidak, bukan karena masalah bersihnya. Selain karena penciumannya yang tajam, indera perasa Remy juga sangat kuat. Ia bisa ‘meracik’ buah, daun-daun, keju menjadi suatu makanan yang lezat. Suatu keahlian yang sangat ‘tidak tikus’ menurut keluarganya. Remy gak mau kalo kuku-kuku kaki depannya kotor, karena itu ia selalu jalan dengan dua kaki belakangnya.
Gara-gara sibuk mencari kunyit untuk melezatkan makanannya dan terpana mendengar berita kematian Chef Gusteau, Remy dan seluruh koloninya hampir saja jadi korban semprotan racun tikus oleh seorang nenek yang rumahnya menjadi tempat tinggal para tikus itu. Tikus-tikus itu kabur tapi Remy terpisah gara-gara ia mengambil buku Chef Gusteau dulu.
Remy terdampar di sebuah lorong di bawah tanah. Tiba-tiba bayangan Chef Gusteau muncul dan memberi petunjuk apa yang harus dilakukan Remy. Ternyata, lorong bawah tanah itu terhubung langsung dengan restoran Chef Gusteau yang tetap sibuk sepeninggalan pemilik sebelumnya.
Ketika itu, restoran baru saja menerima tukang sampah baru bernama Linguini (Lou Romano). Chef Skinner (Ian Holm) dan yang lainnya tidak ada yang tahu siapa sebenarnya Linguini selain ia adalah anak mantan pacar Chef Gusteau.
Dari jendela, Remy melihat Linguini yang secara tidak sengaja sedang ‘mengobrak-abrik’ sepanci sup. Padahal, Linguini sama sekali tidak punya keahlian memasak. Atas dorongan Chef Gusteau, Remy segera berlari ke dapur dan secara sembunyi-sembunyi ‘memperbaiki’ sup itu. Chef Skinner marah begitu melihat Linguini dengan sok tau mencoba memasak sup. Tapi, sudah tidak ada waktu untuk mengganti sup itu, karena tamu-tamu sudah tidak sabar menanti. Ternyata… para tamu puas dengan sup itu.
Chef Skinner tetap tidak terima dan menantang Linguini untuk memasak makanan yang lain. Linguini sendiri kebingungan, apalagi ketika tahu Remy-lah yang memasak. Untung Remy mau membantu Linguini. Dengan latihan, akhirnya, Remy bersembunyi di balik topi Linguini dan membantu setiap Linguini akan memasak.
Sementara itu, Chef Skinner dipusingkan dengan adanya surat wasiat Chef Gusteau. Karena, Chef Skinner begitu berambisi untuk menggantikan posisi Chef Gusteau. Karena jika sampai waktu yang ditetapkan si ahli waris tidak ditemukan, maka otomatis Chef Skinner yang akan jadi pemiliknya.
Suatu hari, datanglah Anton Ego yang sempat mengira kalau resto Chef Gusteau sudah tutup. Ia ingin menguji kehebatan Chef Linguini yang jadi ngetop mendadak itu. Posisi baru Linguini sempat membuat Colette (Janeane Garofalo), satu-satunya chef perempuan, cemburu.
Di hari yang ditentukan, justru Remy meninggalkan Linguini karena Linguini kecewa dengan sikap Remy. Tidak hanya itu, ‘pasukan’ dapur Linguini juga pergi begitu tahu ternyata selama ini seekor tikuslah yang memasak. Dan, Skinner, juga tidak tinggal diam untuk membongkar kebohongan Linguini. Bisa gak, ya, Linguini and the gank membuat menu yang ‘mempesona’ Anton Ego?
Endingnya… tentunya film-film Disney gak akan membiarkan penggemarnya bercucuran air mata karena sedih, dong…
Wuiiiihhh… gue suka banget film ini… lucu dan menghibur banget. Romantisme kota Paris ditambah lagi makanan yang meskipun dalam bentuk animasi tetap mengundang selera karena keliatan yummmyyyyy dan lezat banget.
Labels: Ratatouille; animation
Kelima personil Topeng memang memiliki masalah sendiri-sendiri yang sangat rumit. Canting, si vokalis, yang cantik tapi gayanya tomboy dan sering banget ngomong kasar *B…i* sama orang-orang kalo lagi bt. Dia selalu ragu-ragu sama pacarnya, Arman (Dimas Seto). Arman ini bekerja di sebuah LSM yang bergerak dalam pencarian anak hilang, yang ia kelola bersama mantan pacarnya, Julia (Davina). Tentu saja Canting sewot berat, karena setiap kali ia lagi bersama Arman dan Julia meneleponnya, pasti Arman akan segera pergi dan bergegas menemui Julia. Julia sendiri ternyata punya tujuan pribadi, menuntaskan urusan masa lalunya dengan Arman.
Lain lagi masalah Brazil. Ia pernah disakiti kekasihnya yang meninggalkan Brazil ketika hamil. Brazil berniat melakukan balas dendam pada 100 orang laki-laki, agar ia lega dan terbebas dari dendamnya. Satu lagi ‘keanehan’ Brazil, adalah ia mengkoleksi ‘test pack’ setiap ia habis berhubungan dengan para lelaki itu, untuk membuktikan kalau dia tidak hamil. Sampai satu saat, ia mengencani dua laki-laki kembar, Oya dan Oyi (Ramon Y. Tungka). Keduanya tidak tahu kalo mereka ‘digilir’ sama Brazil, kalau saja Oya tidak memergoki Oyi sedang menggambar wajah Brazil. Mereka berdua pun mengatur siasat untuk membalas perbuatan Brazil, tapi, tanpa disadari Oyi jatuh cinta beneran sama Brazil.
Sementara itu, Veruska, memang terlihat paling alim dan manis di antara Canting dan Brazil. Tapi, ternyata, Veruska hamil di luar nikah. Ia berniat meminta pertanggung jawaban pacarnya, Dodo (Uli Herdinansyah), dokter tapi sering pake obat-obatan karena tertekan. Buntutnya Dodo harus dibawa ke rumah sakit karena OD. Padahal Veruska belum sempat memberi tahu kalau ia hamil dan tertular virus HIV.
Lalu, Kuta, selain sebagai pemain drum di Topeng, ia juga berprofesi sebagai pembuat tattoo. Tapi, yang jadi masalah bukan itu. Kuta ternyata menjalin hubungan cinta dengan suami orang, yang istrinya sedang hamil tua. Kuta frustasi dan hampir bunuh diri karena ia tidak bisa dengan bebas bertemu dengan kekasihnya itu.
Yang terakhir, adalah Prana. Ia memiliki istri, Sandra (Indah Kalalo) yang bisa meramal melalui media kartu tarot atau ampas teh. Sandra tahu akan ada hal buruk yang menimpa suaminya, dan ia juga tahu, kalau Prana sedang menjalin hubungan dengan perempuan lain dan berniat menikahi perempuan itu. Prana berselingkuh karena ia sangat mendambakan hadirnya seorang anak, sementara Sandra tidak kunjung hamil.
Di suatu malam, ketika sedang menuju tempat konser, anggota Topeng berada dalam satu mobil (ni satu lagi kebiasaan mereka yang harus berangkat konser bersama-sama). Ketika itu hujan lebat. Sandra yang punya firasat buruk segera menelepon suaminya. Tapi, kecelakaan tidak dapat dihindari. Semua meninggal dunia, kecuali Canting.
Sebelum ‘pergi’, arwah teman-temannya menitipkan pesan-pesan kepada Canting, untuk diteruskan kepada orang-orang terdekat mereka, agar mereka bisa dengan tenang meninggalkan dunia ini.
Seperti film-film sebelumnya, sebut saja Belahan Jiwa, atau Piano Tak Berdawai, film-film hasil karya Sekar Ayu Asmara, selalu dipenuhi dengan nuansa mistis dan gelap. Setiap tokoh juga punya masalah rumit yang seolah berhubungan dengan ‘kejiwaan’. Lihat aja tokoh Brazil, meskipun gak ‘sakit jiwa’ tapi punya koleksi yang cukup aneh. Nuansa mistis tergambar setiap kali adegan mengambil tempat di rumah Prana, di mana Sandra bisa meilhat gunung berapi yang mengeluarkan asap tebal seolah siap meletus. Belum lagi, burung kakak tua bernama Kuncen yang matanya aja bikin serem. Tapi, agak cape’ juga dengan Canting yang sering banget memaki-maki orang dengan kata favoritnya itu. Yang gue suka sih, Lukman Sardi, yang peran-perannya di setiap film pasti beda-beda. Dan, kaya’nya Lukman Sardi emang lebih pantes jadi tokoh yang agak ‘nyeleneh’ disbanding tokoh Umar yang alim di Nagabonar (Jadi) 2.
Labels: Pesan dari Surga
Kakek Bo-eun yang sakit-sakitan dan merasa sudah sekarat, meminta Sang-min dan Bo-eun untuk melaksanakan janji itu, agar Kakek Bo-eun bisa dengan tenang bertemu dengan kakek Sang-min di surge nanti. Karuan saja Sang-min dan Bo-eun kaget dan segera menolak perjodohan itu. Kakek Bo-eun kecewa dan melakukan sebuah ‘konspirasi’ dengan para orang tua agar rencana itu segera terlaksana.
Suatu hari, Kakek Bo-eun masuk rumah sakit dan benar-benar terlihat seolah sedang sekarat. Bo-eun panik dan segera saja mengiyakan kalau ia mau menikah dengan Sang-min, yang penting kakeknya segera sembuh kembali.
Pernikahan pun segera dilangsungkan. Tapi, semua itu harus dirahasiakan jangan sampai teman-teman Bo-eun di sekolah tahu tentang pernikahan ini. Untung saja, kepala sekolah Bo-eun adalah anak buah kakek Bo-eun di kemiliteran dulu.
Seperti layaknya pengantin baru, mereka berdua pun berangkat untuk berbulan madu. Tapi, Bo-eun malah menghilang, padahal Sang-min sudah di pesawat. Jadilah Sang-min berjalan-jalan sendirian.
Sementara itu, Bo-eun malah tertarik dengan salah satu teman sekolahnya yang pemain softball, Jeong-woo (Park Jin-woo). Ternyata Jeong-woo juga tertarik dengan Bo-eun dan mengajaknya berkencan. Bo-eun pun berhubungan diam-diam dengan Jeong-woo. Seperti layaknya ABG yang sedang merasakan cinta monyet.
Suatu hari, Sang-min melihat Bo-eun yang sedang member semangat pada Jeong-woo dalam sebuah pertandingan softball yang disiarkan di televise. Diam-diam Sang-min cemburu. Kesempatan untuk mengawasi Bo-eun datang ketika Sang-min menjadi guru kesenian magang di sekolah Bo-eun. Kali ini gentian Bo-eun yang tanpa disadari cemburu, karena salah satu guru, Miss Kim (Ahn Sun-yeong) mendekati Sang-min dengan agresif.
Meskipun tinggal serumah, kedua pasangan ini tidak tidur dalam satu kamar. Bahkan masih tetap bertingkah seperti pasangan kakak-adik. Tapi, lama-lama sih, ada juga ‘percikan-percikan’ rasa suka dan sayang di antara mereka.
Fim ini pastinya mengingatkan kita sama sinetron Pengantin Remaja (kalo yang suka nonton sinetron), yang emang mirip (atau emang menjiplak) film My Little Bride ini. Lihat aja para tokohnya, Allysia Subandono yang jadi cewek anak sma, terus, Christian Sugiono jadi guru BP di sekolahnya Allysia, terus ada guru cewek yang konyol dan agresif yang suka sama si guru BP. Plus tingkah pasangan yang suka saling sebel dan gengsian.
Film My Little Bride lumayan asyik, secara keseluruhan cukup menghibur, tapi yang mengganggu adalah ketika rahasia Sang-min dan Bo-eun terbongkar. Duh, kenapa juga harus di depan umum, di depan satu sekolah, pas Sang-min sebagai guru magang pidato, trus, ada temen Bo-eun yang sirik ‘memaksa’ Sang-min untuk cerita tentang rahasianya. Gak ada yang lebih ‘basi’ lagi? Hehehe.. soalnya gue paling sebel liat film yang ending-nya ada pasangan yang ditepukin di depan umum. It should be private moment…
Labels: Korea, My Little Bride
Han-na sih gak masalah, yang penting ia bisa berdekatan dengan Sang-Jun. Iya, Han-na jatuh cinta sama Sang-Jun, apalagi kadang, Sang-Jun bersikap sangat memperhatikan Han-na dibanding Ammy. Tentu aja, Han-na gr banget.
Ketika Sang-Jun mengundangnya untuk datang ke pesta ulang tahunnya dan tiba-tiba memberi surprise hadiah baju baru, Han-na meskipun gak pd dengan kostum itu, tetap pergi. Tapi, ternyata, bukan Sang-Jun yang memberi baju itu, melainkan Ammy yang juga memakai baju yang sama dengan Han-na. Ternyata, Ammy cemburu karena Sang-Jun lebih memperhatikan Han-na dibanding dirinya. Lewat baju yang sama, Ammy ingin menunjukkan siapa sih sebenarnya yang lebih menarik.
Di pesta itu, secara tidak sengaja Han-na mendengar percakapan antara Sang-Jun dan Ammy. Sang-Jun bilang, ia tidak menyukai Han-na, ia hanya memperalat Han-na demi suaranya. Han-na kecewa berat. Dan memutuskan untuk ‘menghilang’. Bahkan di malam itu, Han-na sempat memutuskan untuk bunuh diri.
Sebuah telepon dari seorang dokter menyadarkan Han-na. Perlu diketahui, selain sebagai ‘penyanyi latar’, dengan suaranya, Han-na juga bekerja sebagai operator ‘sex-phone’. Akal Han-na langsung jalan. Ia mendatangi dokter tersebut dan membujuk untuk segera dilakukan operasi plastik. Kalau dokternya menolak, Han-na akan menyebarkan rekaman suara ketika si dokter menelpon Han-na.
Akhirnya, dokter itu mau melakukan operasi plastik… dan… berubahlah Han-na yang gemuk menjadi perempuan yang cantik dan langsing.
Han-na berniat untuk ‘balas dendam’. Ketika itu, Sang-Jun sedang mengadakan audisi untuk mencari penyanyi pengganti Han-na. Han-na datang ke studio itu sebagai Jenny, seorang gadis blasteran Korea-Amerika. Ternyata, tidak ada satu pun yang mengenal bahwa Jenny adalah Han-na.
Sang-Jun langsung tertarik dengan suara merdu Jenny dan langsung mempromosikan Jenny sebagai penyanyi solo terbaru. Karir Jenny pun melesat. Meksi terkadang Jenny masih malu untuk tampil di depan umum.
Sang-Jun juga tertarik tidak hanya pada suara Jenny, tapi ia pun jatuh cinta. Jenny a. ka. Han-na mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini. Tapi, sampai kapan ia harus bohong?
Sementara itu, Ammy mulai curiga siapa sebenarnya Jenny? Ditambah lagi, ia juga penasaran, ke mana perginya Han-na yang seolah hilang ditelan bumi. Ammy pun berkunjung ke rumah sakit tempat ayah Han-na dirawat, karena biasanya Han-na secara rutin mengunjungi ayahnya.
Filmnya lucu, menyegarkan, meskipun temanya sih, biasa aja. Tapi, gue lebih memilih ending-nya Han-na jadi kurus, dibanding tiba-tiba, Sang-Jun jatuh cinta sama Han-na yang masih gendut. Meksipun dua-duanya klise, tapi kaya’nya lebih masuk akal gak sih?
Labels: 200 Pounds Beauty, Korea
Mr. Brooks ternyata memiliki ‘teman imajinasi’, sosok bayangan bernama Marshall (William Hurt). Mr. Brooks mempunyai kecenderungan ‘ketagihan’ membunuh! Marshall inilah yang mendorongnya melakukan pembunuhan yang kemudian dikenal dengan ‘thumbprint killer’. Mr. Brooks menikmati ketegangan ketika melakukan ‘ritual’ pembunuhan.
Di malam setelah acara penganugerahan Man of the Year, Marshall kembali muncul dan membujuk Mr. Brooks untuk melakukan pembunuhan. Padahal, Mr. Brooks sudah berjanji untuk tidak membunuh lagi. Korban kali ini adalah seorang pasangan yang dilihat Marshall di sebuah studio tari. Namun, keinginan untuk merasakan ‘sensasi’ membunuh lebih kuat dari niatnya untuk berhenti.
Maka, malam itu, dengan persiapan yang detail, Mr. Brooks dan Marshall mendatangi rumah pasangan penari itu. Dan, dibunuhlah pasangan itu dengan darah dingin.
Polisi, yang dipimpin oleh Detectif Tracy Atwood (Demi Moore) berusaha memecahkan misteri pembunuhan itu. Sementara itu, Mr. Brooks merasa tidak tenang karena di malam itu ia melakukan kesalahan kecil tapi sangat fatal.
Benar aja, seorang pemuda bernama Smith (Dane Cook) datang ke kantornya dengan membawa foto-foto yang bisa jadi bukti kalau Mr. Brooks-lah pelaku pembunuhan itu. Tadinya, Mr. Brooks mengira Smith akan memerasnya dengan foto-foto itu, tapi ternyata, Smith malah minta diajak kalau Mr. Brooks melakukan aksinya lagi.
Atas saran dan petunjuk dari Marshall, Mr. Brooks bersedia mengajak Smith.
Masalah Mr. Brooks bukan hanya ‘bersembunyi’ dari polisi. Tapi juga, masalah anaknya, Jane (Danielle Panabaker), yang tiba-tiba saja pulang dan menyatakan keluar dari kuliah yang baru berjalan. Marshall bilang, ada yang disembunyikan Jane. Dan, kepulangan Jane bertepatan dengan kasus pembunuhan di kampus Jane, ditambah lagi, mobil Jane tiba-tiba saja hilang. Polisi datang ke rumah Mr. Brooks untuk menyelidiki kasus itu.
Tiba-tiba saja, Mr. Brooks diliputi ketakutan bahwa ‘penyakit’nya akan menurun ke putri semata wayangnya yang cantik itu. Naluri kebapakannya memaksa Mr. Brooks melakukan sesuatu untuk menyelamatkan anaknya.
Sementara itu, Detective Atwood sendiri punya masalah yang gak kalah ribet. Ia sedang dalam kasus perceraian dengan suaminya yang menuntut pembagian harta yang cukup besar. Padahal Jesse Vialo (Jason Lewis), suaminya itu, selama ini hidup dari harta Tracy. Ada alasan tersendiri kenapa Tracy mau jadi polisi, padahal ia terbilang cukup kaya raya.
Sampai akhir cerita, meskipun Tracy melakukan penyelidikan atas kasus pembunuhan yang dilakukan Mr. Brooks, Tracy dan Mr. Brooks tidak pernah bertemu secara langsung.
Udah lama gak liat acting Kevin Costner dan Demi Moore. Film ini di awal agak membosankan dan membuat gue bertanya-tanya, “mau ngapain sih ini film?”, tapi, lama-lama, begitu mulai banyak konflik, jadi seru juga… apalagi pas si Mr. Brooks takut dan khawatir sama anaknya. Film thriller, tapi ada unsur psikologinya.
Labels: Mr. Brooks